Presiden Mulai Ditinggal Anggota
Kabinet
Jakarta - Menjelang Pemilu
2014, kesetiaan para menteri kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semakin
merosot. Kebijakan yang dikeluarkan Presiden Yudhoyono untuk menyelesaikan
berbagai persoalan tidak lagi dijalankan sepenuh hati oleh para menteri.
![]() |
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono |
“Tapi itu nanti kewenangan Mendag
yang akan memberikan sanksi,” ucapnya.
Anggota Komisi II DPR Rindhoko
Dahono Wingit di Jakarta mengatakan, kesetiaan para menteri terhadap presiden
sudah tidak sama lagi kadarnya seperti pada awal pemerintahan terbentuk tahun
2009. Pada awal pemerintahan, semua menteri menyatakan siap menjalankan setiap
perintah presiden.
“Awalnya solid karena mengamankan
kepentingan yang sama, yaitu kekuasaan. Namun, menjelang akhir kabinet,
loyalitas menteri kepada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
merosot karena masing-masing mengamankan kepentingan pribadi dan partai,”
kata Rindhoko.
Menurut Rindhoko, situasi yang
terjadi di kabinet saat ini merupakan konsekuensi dari pemerintahan yang
dibangun atas dasar akomodasi politik terhadap partai-partai pendukung koalisi.
Akibatnya, para menteri akan bekerja setengah hati ketika pemilu semakin
dekat.
Rindhoko mengatakan, tidak adanya
lagi sinkronisasi antarkementerian pada saat ini juga akibat telah bergesernya
kepentingan para menteri. Para menteri sadar bahwa Yudhoyono tidak mungkin
lagi menjadi presiden karena telah menjabat selama dua periode.
“Itu yang menyebabkan mengapa
para menteri, terutama yang berasal dari partai, sekarang menyelamatkan diri
masing-masing. Tidak hanya itu, mereka juga bisa menyalahkan menteri atau
pihak lainnya untuk menyelamatkan diri dan nama baik partainya,” katanya.
Mundur
Pengamat sosiologi politik
Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengatakan, ketidaktegasan Presiden Yudhoyono
dalam memimpin akhirnya menyebabkan tidak berjalannya perbaikan terhadap
kinerja pemerintahan. Menteri, kata dia, akhirnya hanya saling lempar tanggung
jawab ketika menghadapi persoalan.
“Jika presiden berulang kali
menegur dan marah tetapi tidak ada perbaikan, ya sebaiknya menteri mundur saja
dari jabatan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Itu tantangan serius agar
jangan sampai dituduh pencitraan,” kata Arie.
Ia berharap Presiden Yudhoyono
lebih tegas soal buruknya kinerja para menteri. Dengan demikian, kata Arie,
rakyat benar-benar mendapat manfaat aksi nyata, bukan hanya wacana yang
kerap didengungkan Presiden Yudhoyono selama ini.
Pakar psikologi politik
Universitas Indonesia Hamdi Muluk menyatakan perlu determinasi yang kuat dari
presiden untuk menghindari manuver-manuver politik yang makin kencang dari
para menteri menghadapi 2014. Bagaimanapun masyarakat dirugikan jika para
menteri tidak sungguh-sungguh bekerja.
“Tetapi ini memang realitas
politik kita. Menteri-menteri lebih memperhatikan kepentingan partainya, kepentingan
publik menjadi terabaikan,” katanya.
Ia mengatakan hasrat ingin maju
menjadi presiden juga sudah tampak mengganggu konsentrasi para menteri.
Pekerjaan dilakukan dengan kalkulasi politik. Akhirnya yang terjadi saling
lempar kesalahan dan sulit untuk menyinergikan pekerjaan karena khawatir
kerja sama bakal menguntungkan partai atau kekuatan politik lain.
Hamdi mencontohkan dalam kasus
krisis daging sapi. Banyak pihak ingin mengambil untung. Namun, ketika
terjadi hal yang tidak menguntungkan dan butuh tanggung jawab pemerintah, malah
saling lempar tanggung jawab. Menurutnya, dalam menghadapi situasi ini seharusnya
presiden menunjukkan determinasi politik. Apa yang dilakukan presiden saat ini
yang hanya menyampaikan imbauan kepada para menteri yang tidak bekerja
serius, tampaknya masih tidak cukup.
“Kepemimpinan harus benar-benar
kuat dan determinan,” tuturnya. R. Vicky H
0 komentar:
Posting Komentar