Nama Tengger datang
dari legenda Roro Anteng serta Joko Seger yang sebagai asal usul nama tengger itu.
“teng” akhiran nama roro An-”teng” serta “ger”
akhiran nama dari Joko se-”ger” serta gunung bromo sendiri diakui sebagai gunung suci. mereka
menyebutnya sebagai gunung brahma. Orang jawa lantas menyebutnya gunung bromo.
Alkisah. Dibukit penanja kan hiduplah
sepasang suami istri Joko Seger dan Roro Anteng hidupnya rukun dan harmonis. Mata pencahariannya
bercocok tanam, tak lupa pula
tekun bersemedi memohon pada Hyang Widhi.
Joko Seger berwajah
tampan, bertubuh gagah dan berjiwa satria adalah putra seorang Brahmana, sedang Roro Anteng parasnya cantik, budinya
luhur adalah titisan Dewi.
Sudah berlangsung lama Perkawinan Roro Anteng dan
Joko Seger belum dikaruniai keturunan satupun, mereka selalu memohon kepada
Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa agar dikaruniai keterunan.
Suatu
hari terlintas dihati Joko Seger dan Roro Anteng untuk bersemedi di watu Kuta,
sarana untuk bersemedi ditengah laut pasir
telah disiapkan.
Sesampai
di watu Kuta,
mereka bersimpuh/semedi
dan memusatkan perhatian disuatu puncak keheningan. Dalam bersemedi mereka
menghadap Timur (satu tahun), ke
Selatan (satu tahun), ke Barat (satu tahun) dan ke Utara (satu tahun). Tetap saja belum mendapat wangsit dari
Hyang Widhi/Yang
Maha Kuasa.
Akhirnya Roro Anteng
dan Joko Seger menengadah ke atas selama satu tahun. Maka, di antara sadar dan
tidur terdengar suara yang memerintahkan kepada mereka untuk menghentikan semedinya dan tetaplah
hidup berdampingan secara rukun. Sesaat itu,
mereka bernadar bahwa jika dikaruniai putra 25 anak, maka yang bungsu akan dikorbankan
ke kawah gunung Bromo, asalkan ke 25 putranya hidup semua. Nadar tersebut
disaksikan oleh Hyang Widhi.
Satu tahun sudah, akhirnya
Roro Anteng melahirkan
putra pertama, sebagai rasa syukur maka putra pertamanya diberi nama Kaki Dukun.
Tidak
terasa Roro Anteng berhasil mewujudkan harapan. Sampai ia mempunyai 25 anak. Rata-rata putra mereka berwajah
tampan dan berbudi luhur sehingga
suasana hidup rukun yang harmonis mereka rasakan.
Ingkar Janji
Waktu
yang berangsur lama tidak terasa bagi Roro Anteng dan Joko Seger mempunyai nadar/janji. Namun mereka ingkar janjinya. Dewa
jadi marah,
ancam dapat menimpakan malapetaka, lantas berlangsunglah prahara situasi jadi
gelap gulita kawah gunung bromo
menyemburkan api.
Kusuma
anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api serta masuk ke kawah bromo,
berbarengan hilangnya Kusuma
terdengarlah suara
gaib :
“Bopo karo Biyong karo dolor-dolor, reang madep nang
Gusti Hyang Widhi kanggo keslametane rika kabeh, jalaran iku kabeh uripa sing
rukun ambek tetep ngabekti nang Hyang Widhi, Bopo Biyung karo dolor-dolor reang
kabeh saiki ajo mikiren reang sebab urip reang wis langgeng (wahai ayah dan ibunda serta
saudara – saudara, aku berkorban demi keselamatanmu, oleh karena itu hiduplah
dengan rukun serta tetap berbaktilah dengan Hyang Widhi,ayah,ibu serta saudara
– saudaraku semua sekarang janganlah memikirkan aku karena hidupku telah
tentram).
Mek sing tak jaluk reang kirimen nang kawah iki sebagean
asil bumi karo ingon-ingone rika, terna nek wes bulan purnama saben ulan
“Kasada” (Hanya
permintaanku kirimlah kekawah ini sebagaian hasil bumi dan ternakmu, lakukanlah
disaat bulan purnama tiap bulan “Kasada”).
Sampai
saat ini rutinitas ini diikuti dengan turun temurun oleh masyarakat tengger
serta tiap-tiap tahun diselenggarakan upacara kasada di Pura Poten Bromo lautan pasir serta kawah gunung bromo.
Hari Raya Yadnya Kasada
Kasada, hari raya masyarakat umat Hindu di kawasan
Tengger yang merupakan wujud syukur
atas karunia Sang Hyang Widhi Wasa. Sebuah hari raya kurban yang turun temurun
dilakukan umat Hindu Tengger di Gunung Bromo.
Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara
Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara yakni Pura
Luhur Poten Bromo dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada
tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15
di bulan kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Upacara Kasada diawali dengan
pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan sendratari Roro Anteng Joko Seger di
panggung terbuka Desa Ngadisari. Kemudian tepat pada pukul 24.00 dini hari
diadakan pelantikan dukun (Pandita
Dukun Baru/Mulunen)
dan pemberkatan umat di Pura Luhur Poten Gunung Bromo. Dukun bagi masyarakat
Tengger merupakan pemimpin umat dalam bidang keagamaan, yang biasanya memimpin
upacara-upacara ritual.
Setelah upacara
selesai sekitar pukul 04.00 masyarakat tengger mulai bersiap untuk membawa
ongkek/wadah yang berisi sesaji untuk dibawa ke kawah gunung bromo. Pukul 05.00
tepat masyarakat pembawa ongkek mulai menaiki tangga menuju puncak gunung
bromo. Ongkek yang berisi sesaji tersebut mulai dilemparkan ke dalam kawah
sebagai simbol rasa terima kasih mereka terhadap sang Hyang Widi atas ternak
dan pertania yang berlimpah. Sesaji tersebut berupa buah-buahan, hasil
pertanian serta hasil ternak.
Pandita Dukun
Para
dukun Pandita, pemimpin ritual itu, tidak bisa dijabat sembarang orang. Sekian
banyak persyaratan harus dipenuhi untuk menjadi perantara masyarakat Tengger
dengan Hyang Widhi Wasa, Sang Penguasa Jagad. Juga kepada Sang Hyang Brahma
yang bersemayam di Gunung Bromo, kepada roh para leluhur, dan Buta Kala. Syaratnya :
1.
Usia paling sedikit 25 tahun
2.
Berpedoman pada tiga landasan pokok
a. Tattwa
(filsafat)
b. Susila
( Etika )
c. Upacara
(Ritual)
3.
Hafal mantra kedukunan
4.
Lulus dalam Diksa Widhi (mulunen)
Dari syarat di atas, banyak
para calon Pandita Dukun yang
gagal. Usai upacara Diksa Widhi selesai
dan calon Pandita Dukun dinyatakan lulus maka yadnya Kasada siap dimulai.
Kepala Pandita Dukun segera menempatkan diri sesuai yang telah ditetapkan.
Upacaranya dimulai pada pukul 24.00. Susunan upacaranya sebagai berikut :
1.
Puja Purwaka : artinya mantra ditunjukan
kehadapan Hyang Widhi untuk mengawali acara ritual .
2.
Manggala upacara yang di pimpin Pandita
Dukun .
3.
Nglukat Umat (mensucikan umat)
4.
Tri sandya (sembahyang)
5.
Muspa dengan Kusuma (bunga)
6.
Pembagian bija .
7.
Mulunen (calon Pandita Dukun baru melafalkan
mantra)
8.
Yadnya/korban
sesaji ke kawah gunung bromo .
Dengan
demikian selesai sudah rangkaia Kasada. Ini adalah upacara adat yang hanya dimiliki
oleh suku Tengger Bromo dan tidak ada lagi upacara Kasada yang serupa di
seluruh dunia. Walaupun ada di Bali tapi upacaranya berbeda. Nino/Yitno/Guntur
0 komentar:
Posting Komentar