Perjalanan karier jenderal kelahiran Kediri, Jawa Timur, 8
Juli 1957 itu melejit sejak menjabat Kasdam Jaya (2008). Bahkan pada tahun
2010, dia mengalami tiga kali rotasi jabatan dan kenaikan pangkat mulai dari
Pangdiv 1/Kostrad (Juni-Juli 2010), menjadi Pangdam XII/Tanjungpura
(Juli-Oktober 2010) dan Pangdam III/Siliwangi (Oktober 2010-Agustus 2011). Lalu
Agustus 2011 menjabat Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional sebelum
menjabat Wakasad (Februari 2013) hingga dipercaya sebagai Kepala Staf TNI AD (KSAD)
22 Mei 2013.
![]() |
Panglima RI Jenderal Moeldoko |
Jakarta - Semula, sampai dia menjabat Wakil Gubernur
Lemhannas, tidak banyak orang yang memprediksi Moeldoko akan menjadi pengganti
Laksamana TNI Panglima TNI (2010-2013) Agus Suhartono sebagai Panglima TNI.
Bahkan ketika Moeldoko dilantik jadi Wakasad pun masih hampir tidak ada yang
memprediksi dia akan menjadi Panglima TNI. Banyak orang justru mengira ipar
Presiden Republik Indonesia Keenam (2004-2014) Presiden SBY, Jenderal TNI
Kepala Staf TNI-AD Pramono Edhie Wibowo (Kepala Staf TNI AD) lah akan menjadi
Panglima TNI. Dan Moeldoko hanya akan jadi Kasad.
Tapi, ternyata, tak sampai
dua bulan berikutnya, Moeldoko naik pangkat menjadi Letnan Jenderal dengan
jabatan Wakil Gubernur Lemhannas. Kemudian menjadi Wakasad (Februari 2013)
dan naik lagi jadi Kasad pada 22 Mei 2013 dengan pangkat bintang empat
(Jenderal). Lalu, hanya tiga bulan berikutnya setelah menjabat Kasad, Presiden
Presiden Republik Indonesia Keenam (2004-2014) Susilo Bambang Yudhoyono
menetapkannya sebagai calon tunggal Panglima TNI.
Visi
Dan Misinya
Jenderal Moeldoko mengatakan
saat ini ada bahaya-bahaya baru yang membahayakan tidak hanya keamanan
nasional, tetapi juga keamanan internasional. Oleh karena itu, ia bertekad
merevitalisasi ketahanan TNI untuk menekan pergerakan aksi terorisme.
Moeldoko menegaskan, TNI
harus siap sedia setiap saat. Bukan hanya untuk menghadapi perang simetrik,
tetapi juga perang asimetrik yang tak beraturan. Hal itu sesuai dengan visi
dan misi TNI sebagai komponen utama pertahanan negara yang tangguh. Untuk
itu, Moeldoko memaparkan gagasan strategis yang akan digulirkannya bila dipercaya
memimpin TNI yaitu inovasi, profesionalisme, dan keutuhan NKRI. Pernyataan
ini, disambut tepuk tangan.
Dia juga memberi perhatian
pada peningkatan disiplin dan kesejahteraan prajurit, penegakan hukum dan HAM,
serta penyelesaian perangkat lunak TNI. Dia juga memaparkan data mengenai
kecilnya rasio personel TNI dihadapkan dengan pelaksanaan area tugas. Rasio TNI
hanya 1:5,79 kilometer persegi, sedangkan Malaysia 1:4,12 kilometer, Thailand
1:2,71 kilometer persegi, dan Singapura 1:0,01 kilometer persegi. Sementara
itu, rasio prajurit TNI dalam menjaga keselamatan jiwa adalah 1:722 orang,
Malaysia 1:310 orang, Thailand 1:342 orang, dan Singapura 1:91 orang. Maka
untuk mengembangkan rasio tersebut, dia memaparkan pentingnya meningkatkan
SDM dan alutsista.
Menjanjikan
Inovasi Internal Di Tubuh TNI
Moeldoko menjanjikan inovasi
internal di tubuh TNI. Menurutnya, dengan kekuatan personel dan rasio penggunaannya,
perlu komitmen tinggi untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan
prajurit TNI. Profesional karena terlatih dan terdidik, serta sejahtera
sebagai prajurit TNI dalam melaksanakan tugas.
Dia menjelaskan sebagai
prajurit militer, kesejahteraan dapat diartikan bahwa prajurit dilengkapi
dengan alutsista yang andal dan ergonomis, dan prajurit TNI juga dijamin
hak-haknya untuk hidup layak dengan status sebagai prajurit TNI.
Moeldoko memaparkan gagasan
inovasi teknologi dan manajemen terpadu dengan pemilihan alutsista yang memiliki
teknologi serta ergonomis. Dia bilang, melengkapi prajurit dengan
perlengkapan berteknologi canggih mungkin terlihat mahal dalam jangka pendek,
tetapi efisien dalam jangka panjang.
“Pemilihan alutsista dengan
teknologi tinggi, dapat mengurangi jumlah personel secara signifikan atau
setidaknya bisa bertahan pada zero growth,” jelasnya.
Dia pun akan mengurangi
risiko ketergantungan pada alutsista dari luar negeri. Hal ini akan dilakukannya
untuk menciptakan kemandirian pada jangka menengah dan jangka panjang sekaligus
mencegah penyadapan oleh pihak lawan yang dapat berimplikasi pada jatuhnya
korban prajurit TNI yang lebih banyak.
Jenderal Moeldoko tampaknya
benar-benar ingin mengubah wajah TNI agar lebih ramah dan disukai masyarakat.
“Saya akan menempatkan TNI
sebagai perawan yang cantik, menarik, semua orang ingin memiliki, bisa
diterima siapa pun. Saya ingin menjadikan tentara yang memiliki segalanya
sehingga semua orang ingin memiliki,” kata Moeldoko
Jenderal TNI Moeldoko
merupakan perwira penerima Bintang Adimakayasa sebagai lulusan terbaik
Akabri tahun 1981. Lahir di Kediri, Jawa Timur, 8 Juli 1957.
Perjalanan karier Jenderal
Moeldoko diawali di Yonif Linud 700 Kodam VII/Wirabuana pada tahun 1981
sebagai Komandan Peleton.
Pengalaman tugas operasi
yaitu operasi seroja Tim-tim 1984 dan Konga garuda XI-A tahun 1995. Penugasan
luar negeri ke Singapura, Jepang, Irak-Kuwait, Amerika Serikat, dan
Kanada.
Tugas belajar ke Selandia
Baru Tahun 1983 dan 1987 Tanda kehormatan negara yang diraih berupa Satya
Lencana Kesetiaan VII, XVI dan XXVI tahun, Satya Lencana Seroja, Tanda Jasa
dari PBB, Satya Lencana Santi Dharma, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, Bintang
Yudha Dharma Nararya, dan Bintang Kartika Eka Paksi Utama.
Semasa
Kecil
Moeldoko, semasa kecil mengenal
tirakat. Ia selalu berpuasa setiap Senin dan Kamis, dan taat untuk tidak
menyentuh makanan dan minuman hingga matahari terbenam di ufuk barat.
Selain itu, Moeldoko
seorang pekerja keras. Selalu berkeringat, cekatan dan nyaris tak pernah melipat
jemari tangan. Semua dikerjakannya. Apa yang bisa menopang kebutuhan
keluarga dilakukanya. Maklumlah, kedua orangtuanya bukan berasal dari golongan
ekonomi mapan.
“Saat Moeldoko masih dalam
kandungan, bapak dan ibunya berpuasa hingga 40 hari. Orang tuanya
berharap kelak anaknya bisa menjadi orang besar,” tutur Haji Muhammad Sujak
(76), kakak kandung Jendral Moedoko kala di rumahnya di Desa Pesing.
Doa kedua orang tua
Moeldoko dikabulkan oleh Allah Swt, kini tokoh militer asal Desa Pesing, Kecamatan
Purwoasri, Kabupaten Kediri tersebut menjadi Panglima TNI Republik
Indonesia, menggantikan Laksamana Agus Suhartono yang pensiun akhir Agustus
2013.
Rumah yang ditempati Sujak
ini adalah tempat tinggal mendiang pasangan suami istri Moestaman
dan Hj Masfuah, yang juga orang tua Jendral Moeldoko.
Bangunannya tidak banyak berubah.
Tidak ada renovasi. Ukurannya tetap kecil, memanjang ke belakang, sedikit
menjorok ke dalam, dan sederhana. Temboknya terlihat tua, rapuh dan kurang
terpelihara. Di depan teras, terhampar pelataran semen yang berfungsi
untuk menjemur pakaian dan mengeringkan bulir padi panenan.
“Di sinilah Moeldoko
(Jendral Moeldoko) lahir dan dibesarkan,“ terang Sujak di dampingi keponakannya.
Sebuah foto Jendral
Moeldoko berbingkai murah tampak menghias dinding ruang tamu. Foto itu
baru dipasang bersamaan digelarnya acara tasyakuran jabatan Panglima TNI
belum lama ini.
Dibalik tembok
dinding adalah kamar Moeldoko. Di ruangan berukuran sekitar 3x5
meter itulah Moeldoko biasa melepas penat setelah seharian sekolah dan bekerja.
Di kamar yang tidak banyak berubah itu mantan Kepala Staf Angkatan Darat
(KSAD) itu biasa menghabiskan waktu bermanja-manja dengan ibundanya.
“Dia itu (Moeldoko) ketika
kecil sampai besar (SMA), setiap tidur selalu bersama ibu. Kamar itu
dulu sebagian dindingnya anyaman bambu (gedek),“ jelasnya mengenang.
Di keluarga, Moeldoko
adalah bungsu dari 12 bersaudara. Sujak adalah putra pertama dengan tiga orang
adik yang meninggal dunia ketika Moeldoko masih kecil.
Selain Moeldoko, Sujak juga
memiliki adik bernama Sugeng Hariyono yang pernah menjadi Danramil
Purwoasri. Kemudian Siti Rahayu, Supiyani yang bersuamikan tentara bernama
Sabar berpangkat mayor, dan Suyono yang memangku kepercayaan kaur Desa
Pesing.
Menurut Sujak, almarhum
ayahnya (Moestaman) hanyalah seorang pedagang palawija ala kadarnya.
Sementara Mustamah, mendiang ibunya, seorang istri dan ibu rumah
tangga biasa. Anak yang relatif banyak, dan penghasilan yang tidak menentu,
membuat hidup keluarga ini serba kekurangan.
Kendati demikian Moestaman
dipercaya memangku jabatan sebagai perangkat keamanan (jagabaya) di desa.
“Karena keterbatasan itu,
keluarga kami, termasuk Moeldoko terbiasa menjadikan jagung dan singkong
sebagai makanan pokok sehari-hari,“ terang Sujak mengingat.
Meskipun miskin, Moestaman
tetap menekankan prinsip hidup bahwa anaknya harus mengenyam pendidikan
setinggi mungkin. Moeldoko mengenal pendidikan pertama di Sekolah Dasar
Negeri Juntok 1. Kemudian setelah itu melanjutkan ke SMP Negeri Papar, Kabupaten
Kediri.
“Dari Papar, Moeldoko kemudian
ikut saya di Jombang, sekolah di Sekolah Menengah Pertama Pertanian (SMPP),”
kenang Sujak.
Saat itu Sujak bekerja
sebagai pemborong proyek pembangunan plengsengan. Program brantas tengah yang
memanjang dari wilayah Braan hingga Ploso dengan mengambil batu dari
Grebek, Kabupaten Nganjuk.
“Meski tidak pernah lepas
berpuasa, setiap pulang sekolah Moeldoko ikut membantu bekerja. Mengatur
truk pengangkut material hingga memecah batu,“ kenangnya.
Lulus SMPP, Moeldoko langsung
berlanjut ke Akademi Militer (Akmil) Magelang mulai tahun 1977. Mantan
Pangdam XII Tanjungpura, Pangdam III Siliwangi dan Wagub Lemhanas itu lulus
Akmil tahun 1981 dan mendapat anugerah bintang Adhi Makayasa sebagai lulusan
terbaik.
Perjodohan
Moeldoko Dengan Koesni Harningsih
Sebagai saudara
paling dekat, Sujak mengaku tahu bagaimana adiknya bertemu dengan calon istrinya
berlangsung tidak sengaja. Moeldoko yang menemani Supiyani (kakaknya) ke
Malang, diajak mampir ke rumah almarhum Kasim di Pandaan. Kasim yang kelak menjadi
mertuanya adalah pemilik usaha PT Batu Mas. Sebuah perusahaan yang bergerak
di bidang transportasi angkutan dan pemborong bangunan.
“Begitu pertama kali
bertemu, calon mertuanya itu langsung suka dan meminta Supiyani menjodohkan adiknya
(Moeldoko) dengan anaknya (Koesni Harningsih),” terang Sujak.
Pernikahan Moeldoko dengan
Koesni Harningsih dikaruniai dua buah hati, yakni Randy Bimantoro yang menjadi
pengusaha di Bandung dan Novi yang saat ini masih menempuh pendidikan di
Inggris.
AA
0 komentar:
Posting Komentar