Jakarta - Serangan terhadap aparat dan fasilitas kepolisian
merupakan salah satu indikator ancaman terorisme di dalam negeri di samping
serangkaian peristiwa yang terjadi menjelang akhir bulan Ramadhan.
Anggota DPR asal Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo |
Bahkan, indikator tersebut juga
terlihat dari serangkaian peristiwa yang terjadi menjelang akhir bulan
Ramadhan, baru-baru ini. Dan itu merongrong sistem keamanan dalam negeri.
“Tidak hanya ledakan bom di
Vihara Ekayana, tetapi saya juga melihat rangkaian kasus penembakan prajurit
polisi serta serangan terhadap fasilitas Polri sebagai indikator tentang
menguatnya ancaman terorisme di dalam negeri,” kata Bambang.
Indikator lain yang tidak boleh
diremehkan adalah kasus hilangnya 250 dinamit milik PT Multi Nitrotama Kimia
(MNK) di Subang, serta pembobolan penjara Tanjung Gusta di Medan yang
menyebabkan sejumlah narapidana teroris melarikan diri.
“Tidak berlebihan untuk mengaitkan
pembobolan penjara Tanjung Gusta dengan sinyalemen atau imbauan Organisasi
Polisi Kriminal Internasional (ICPO) baru-baru ini. ICPO memperingatkan bahwa
pembobolan penjara di sejumlah negara merupakan ancaman besar bagi keamanan
global. Bahkan ICPO menduga jaringan Al-Qaeda juga terlibat dalam penyerangan
dan pembobolan sejumlah penjara di sembilan negara,” kata politisi Golkar
itu.
Karena itu, ledakan bom berskala
rendah di Vihara Ekayana, serta penembakan terhadap polisi dan serangan bom
terhadap fasilitas Polri patut dilihat sebagai kecenderungan. Sebuah
kecenderungan yang menjelaskan dengan gamblang bahwa ancaman terorisme di
dalam negeri masih ada dan sangat nyata.
“Bom di Vihara Ekayana dan upaya
membunuh polisi layak dimaknai sebagai upaya menjajal kewaspadaan aparat
keamanan dalam negeri. Atau, bahkan bisa juga sebagai serangan pengalih
perhatian untuk membidik sasaran lain yang lebih besar dan strategis dengan
skala serangan yang jauh lebih besar,” pungkas Bambang. AA
0 komentar:
Posting Komentar