Senin, 24 Februari 2014



Jakarta - Pasar properti meng­alami kenaikan harga yang signi­fikan dalam 2-3 tahun terakhir dan mulai melambat memasuki semester kedua tahun ini.
Seperti diprediksi Indonesia Pro­perty Watch (IPW), sejak 2009, sik­lus properti akan mengalami booming umumnya 3-4 tahun se­telah percepatan yang terjadi pada 2009.
Memasuki 2013, pasar properti masih mengalami kenaikan yang tinggi dan membuat jenuh. Kenai­kan harga ini menyebabkan overvalue di beberapa wilayah.
Demikian dikemukakan Direk­tur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda.
Meskipun terjadi overvalue, me­nurut dia, properti Indonesia masih jauh dari perkiraan bubble. Sebab, IPW selalu menekankan bedanya overvalue dengan bubble properti.
Ali Tranghanda menuturkan, me­masuki 2014, pasar properti diper­kirakan melambat, menyusul kondisi pasar yang overheating di bisnisnya. Kenaikan harga yang mencapai 50-60 persen pada 2009-2012, mulai melambat di 2013 men­jadi sebesar 30-35 persen.
Sementara itu, pada 2014, per­tumbuhan harga properti diperkira­kan tetap melambat menjadi 25 persen dan berlanjut dua tahun ke depan.
“Perlambatan ini merupakan sik­lus alami pasar properti. Meski­pun melambat, namun harga pro­perti tidak akan naik tinggi,” ujar Ali.
Ali melanjutkan, dengan kondisi perlambatan ekonomi pada 2014, diperkirakan penjualan properti akan anjlok 20-25 persen. Kondisi ini yang membuat pertumbuhan har­ga tidak dapat terlalu tinggi lagi.
“Penurunan penjualan ini lebih dipi­cu naiknya suku bunga acuan BI menjadi 7,5 persen, sehingga su­ku bunga KPR (kredit pemilikan ru­mah) pun terdongkrak naik,” tu­tur­nya.
Kenaikan satu persen suku bu­nga KPR akan menurunkan pang­sa pasar KPR 4-5 persen. Belum lagi, aturan loan to value (LTV) dan pengetatan KPR inden yang akan memengaruhi bisnis properti.
Pergerakan siklus ini, kata dia, masih alamiah dan akan mencapai titik keseimbangan baru dalam 1-2 tahun ke depan.
Saat ini, kondisi overvalue di­per­lihatkan dengan perbedaan har­ga primer dan sekunder yang lebih dari 20 persen. Pasar akan menca­pai keseimbangan baru bila harga tersebut berbeda 10-15 persen.
“Memasuki 2014, pasar sekun­der akan bergerak naik. Selain itu, pa­sar akan bergeser ke segmen yang lebih rendah antara Rp500 juta-1 miliar. Apartemen perkotaan di harga Rp300-500 jutaan,” ujar Ali.

Harga rumah murah
Sementara itu, kenaikan harga untuk rumah murah, dia menam­bah­kan, merupakan bukti buruk­nya sistem perumahan nasional. Se­bab, dengan kondisi seperti itu, mau tidak mau semakin tidak ter­jang­kau bagi masyarakat berpeng­hasilan rendah atau MBR, akibat pemerintah yang tidak bisa menye­diakan rumah bagi rakyatnya.
“Itu yang terjadi, kalau public hou­sing (perumahan rakyat) sepe­nuh­nya diserahkan ke swasta. Dan, ini gambaran sistem peruma­han nasional yang buruk,” kata dia.
Semestinya, menurut Ali, public housing dapat dikendalikan har­ganya oleh negara, jika pemerintah mempunyai persediaan lahan ko­song (landbank) agar harga tidak selalu naik.
Pemerintah bisa menyediakan landbank dengan cara mengharus­kan setiap pemerintah daerah me­nyiapkan ketersediaan lahan.
“Aset-aset pemda yang seka­rang banyak yang tidak terdata dan terpakai,” ujarnya.
Selain itu, dia menjelaskan, pe­merintah bisa mengeluarkan pera­turan yang mewajibkan perusaha­an pelat merah atau BUMN menye­rahkan lima persen asetnya seba­gai landbank untuk pembangunan hunian murah bagi rakyat miskin.
“Tanpa itu semua, harga rumah te­rus mahal dan MBR tak akan mampu,” tegas Ali.
“Itulah yang kami bilang sistem perumahan nasional kita sangat buruk. Apalagi, tidak ada blue print pe­rumahan nasional yang jelas,” tambahnya.
Seperti diketahui, harga rumah ta­pak sederhana atau dikenal de­ngan sebutan rumah murah, akhir­nya diputuskan pemerintah naik kembali, setelah dua tahun lama­nya tak beranjak naik.
Kenaikan ini berdasarkan usu­lan asosiasi pengembang yang ter­gabung dalam Real Estate Indonesia (REI), yang berteriak dengan naik­nya harga bahan bakar minyak dan komponen bahan pokok bang­unan, sehingga membuat keuntu­ng­an mereka mengecil.
Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz mengungkapkan bah­wa persetujuan kenaikan harga itu sudah dikeluarkan sekitar sebulan lalu.
“Dari Kemenpera sudah keluar persetujuannya, sekarang tinggal menunggu dari menteri keuangan,” katanya.
Keputusan Menteri Keuangan, menurut dia, adalah untuk menda­patkan persetujuan bebas pajak per­tambahan nilai (PPN) dari se­mestinya 10 persen menjadi nol per­sen. Sementara itu, kenaikan har­ga rumah sebesar 30 persen ter­sebut, sesuai dengan yang diusul­kan REI.
Harga rumah sekarang yang ter­murah di zona satu (di luar Jabo­detabek dan non Papua), seperti Sumatera dan Sulawesi naik dari Rp88 juta menjadi Rp105 juta.
Untuk rumah murah di zona dua atau Jabodetabek, naik dari Rp95 juta menjadi Rp115 juta. Ke­mudian, untuk zona tiga (Papua) dari Rp145 juta menjadi Rp165 juta per unit.
Mulai saat ini, menurut Djan, pa­ra pengembang sudah bisa men­jual dengan harga baru. Na­mun, untuk pembeli, jika membeli saat ini, belum bisa mendapatkan keri­nganan pajak.
“Untuk itu, kami masih menu­ng­gu peraturan menteri keuangan,” katanya. Nike

0 komentar:

Posting Komentar

Unordered List

Sample Text

10 NOVEMBER

10 NOVEMBER

SELAMAT

SELAMAT

PELANTIKAN KAPOLRI

PELANTIKAN KAPOLRI

IDUL FITRI

IDUL FITRI

125 Px

280 Px

280 Px

120 Px

Pages

280 Px

Diberdayakan oleh Blogger.

940 Px

Social Icons

Followers

Featured Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget