Jakarta - Pasar properti mengalami kenaikan harga yang signifikan
dalam 2-3 tahun terakhir dan mulai melambat memasuki semester kedua tahun ini.
Seperti diprediksi
Indonesia Property Watch (IPW), sejak 2009, siklus properti akan mengalami booming
umumnya 3-4 tahun setelah percepatan yang terjadi pada 2009.
Memasuki 2013, pasar
properti masih mengalami kenaikan yang tinggi dan membuat jenuh. Kenaikan
harga ini menyebabkan overvalue di beberapa wilayah.
Demikian dikemukakan Direktur
Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda.
Meskipun terjadi overvalue,
menurut dia, properti Indonesia masih jauh dari perkiraan bubble.
Sebab, IPW selalu menekankan bedanya overvalue dengan bubble
properti.
Ali Tranghanda menuturkan,
memasuki 2014, pasar properti diperkirakan melambat, menyusul kondisi pasar
yang overheating di bisnisnya. Kenaikan harga yang mencapai 50-60 persen
pada 2009-2012, mulai melambat di 2013 menjadi sebesar 30-35 persen.
Sementara itu, pada 2014,
pertumbuhan harga properti diperkirakan tetap melambat menjadi 25 persen dan
berlanjut dua tahun ke depan.
“Perlambatan ini merupakan
siklus alami pasar properti. Meskipun melambat, namun harga properti tidak
akan naik tinggi,” ujar Ali.
Ali melanjutkan, dengan
kondisi perlambatan ekonomi pada 2014, diperkirakan penjualan properti akan
anjlok 20-25 persen. Kondisi ini yang membuat pertumbuhan harga tidak dapat
terlalu tinggi lagi.
“Penurunan penjualan ini
lebih dipicu naiknya suku bunga acuan BI menjadi 7,5 persen, sehingga suku
bunga KPR (kredit pemilikan rumah) pun terdongkrak naik,” tuturnya.
Kenaikan satu persen suku
bunga KPR akan menurunkan pangsa pasar KPR 4-5 persen. Belum lagi, aturan loan
to value (LTV) dan pengetatan KPR inden yang akan memengaruhi bisnis
properti.
Pergerakan siklus ini, kata
dia, masih alamiah dan akan mencapai titik keseimbangan baru dalam 1-2 tahun ke
depan.
Saat ini, kondisi overvalue
diperlihatkan dengan perbedaan harga primer dan sekunder yang lebih dari 20 persen.
Pasar akan mencapai keseimbangan baru bila harga tersebut berbeda 10-15
persen.
“Memasuki 2014, pasar sekunder
akan bergerak naik. Selain itu, pasar akan bergeser ke segmen yang lebih
rendah antara Rp500 juta-1 miliar. Apartemen perkotaan di harga Rp300-500
jutaan,” ujar Ali.
Harga
rumah murah
Sementara itu, kenaikan
harga untuk rumah murah, dia menambahkan, merupakan bukti buruknya sistem
perumahan nasional. Sebab, dengan kondisi seperti itu, mau tidak mau semakin
tidak terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR, akibat
pemerintah yang tidak bisa menyediakan rumah bagi rakyatnya.
“Itu yang terjadi, kalau public
housing (perumahan rakyat) sepenuhnya diserahkan ke swasta. Dan, ini
gambaran sistem perumahan nasional yang buruk,” kata dia.
Semestinya, menurut Ali, public
housing dapat dikendalikan harganya oleh negara, jika pemerintah mempunyai
persediaan lahan kosong (landbank) agar harga tidak selalu naik.
Pemerintah bisa menyediakan
landbank dengan cara mengharuskan setiap pemerintah daerah menyiapkan
ketersediaan lahan.
“Aset-aset pemda yang sekarang
banyak yang tidak terdata dan terpakai,” ujarnya.
Selain itu, dia
menjelaskan, pemerintah bisa mengeluarkan peraturan yang mewajibkan perusahaan
pelat merah atau BUMN menyerahkan lima persen asetnya sebagai landbank
untuk pembangunan hunian murah bagi rakyat miskin.
“Tanpa itu semua, harga
rumah terus mahal dan MBR tak akan mampu,” tegas Ali.
“Itulah yang kami bilang
sistem perumahan nasional kita sangat buruk. Apalagi, tidak ada blue print
perumahan nasional yang jelas,” tambahnya.
Seperti diketahui, harga
rumah tapak sederhana atau dikenal dengan sebutan rumah murah, akhirnya
diputuskan pemerintah naik kembali, setelah dua tahun lamanya tak beranjak
naik.
Kenaikan ini berdasarkan
usulan asosiasi pengembang yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI),
yang berteriak dengan naiknya harga bahan bakar minyak dan komponen bahan
pokok bangunan, sehingga membuat keuntungan mereka mengecil.
Menteri Perumahan Rakyat,
Djan Faridz mengungkapkan bahwa persetujuan kenaikan harga itu sudah
dikeluarkan sekitar sebulan lalu.
“Dari Kemenpera sudah
keluar persetujuannya, sekarang tinggal menunggu dari menteri keuangan,”
katanya.
Keputusan Menteri Keuangan,
menurut dia, adalah untuk mendapatkan persetujuan bebas pajak pertambahan
nilai (PPN) dari semestinya 10 persen menjadi nol persen. Sementara itu,
kenaikan harga rumah sebesar 30 persen tersebut, sesuai dengan yang diusulkan
REI.
Harga rumah sekarang yang
termurah di zona satu (di luar Jabodetabek dan non Papua), seperti Sumatera
dan Sulawesi naik dari Rp88 juta menjadi Rp105 juta.
Untuk rumah murah di zona
dua atau Jabodetabek, naik dari Rp95 juta menjadi Rp115 juta. Kemudian, untuk
zona tiga (Papua) dari Rp145 juta menjadi Rp165 juta per unit.
Mulai saat ini, menurut
Djan, para pengembang sudah bisa menjual dengan harga baru. Namun, untuk
pembeli, jika membeli saat ini, belum bisa mendapatkan keringanan pajak.
“Untuk itu, kami masih menunggu peraturan menteri
keuangan,” katanya. Nike
0 komentar:
Posting Komentar