Nama Jokowi yang banyak
diunggulkan sebagai calon presiden, dinilai belum mempunyai kompetensi
(kelayakan) di bidang transportasi perhubungan darat dan lainnya.
Sebagai Gubernur DKI Jakarta,
nyatanya Jokowi belum bisa berbuat banyak untuk atasi kemacetan.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo |
Jakarta - “Ini baru satu kompetensi saja, Jokowi jelas kurang
layak, Jakarta masih macet, Jokowi belum bisa berbuat banyak. Kompetensi lainnya,
juga belum teruji.”
Demikian dikatan Mochamad
AA, SH, M.Hum (Advokat/Pengacara/Penasehat Hukum) di Jakarta.
Mochamad AA juga menyatakan,
kompetensi lainnya, Jokowi juga belum tampak. Kompetensi di bidang keuangan,
anggaran dan perpajakan, Jokowi sampai saat ini belum bisa membuat system
online terhadap pajak-pajak restoran yang memungut 10 persen ke para konsumen.
Apakah itu benar-benar disetor ke Pemda atau dinikmati sendiri
“Sementara masih banyak
restoran yang tidak memungut pajak tersebut, padahal bila dikelola maka
pemasukan APBD bisa meningkat tajam,” katanya.
Menurut Mochamad AA, untuk
transportasi, seharusnya ada langkah nyata untuk mengatasi kemacetan. Ia
mencontohkan, salah satu cara praktis untuk mengatasi kemacetan yang
semakin parah di Jakarta selama tiga bulan terakhir ini, bisa dilakukan dengan
memangkas peredaran mobil-mobil lama.
Selain itu juga dengan cara
mengatur kuota penjualan mobil-mobil baru dengan menghitung terlebih dahulu
berapa maksimal jumlah mobil supaya tidak terjadi kemacetan yang bisa dipakai
sesuai kapastitas jalan yang ada di Jakarta.
Mochamad AA menyatakan,
sangat penting untuk menentukan mulai kapan mobil lama tidak boleh melintas di
jalanan yang macet dan berapa jumlah mobil baru yang boleh dijual oleh produsen
ke masyarakat sehingga akan diketahui setiap awal tahun berapa jumlah mobil
baru yang bisa dijual.
‘’Itu tentang penanganan
kemacetan yang tidak tuntas, sedangkan menangani para tukang parkir liar saja
tidak maksimal padahal kalau dikelola secara professional bisa menambah income
Pemda,’’ kata Mochamad AA di Jakarta.
Ditambahkan, Jokowi bisa
menginstruksikan ke masing-masing walikota untuk mencari solusi terbaik,
misalnya para tukang parkir liar yang dibekingi oleh oknum-oknum tertentu bisa
diajak kerjasama dengan diberi seragam parker dan menentukan pembagian
persentase 50 persen untuk Pemda dan sisanya untuk pengelola atau ditertibkan
dan distop sama sekali diganti dengan parker resmi.
Saat disinggung tingginya
elektabilitas Jokowi sebagai kandidat calon presiden, Mochamad AA mengatakan,
hal itu lebih karena pengaruh pemberitaan Jokowi di media massa.
Masyarakat belum sepenuhnya
memahami politik, hanya karena sering muncul di media kemudian jadi dipilih,
katanya.
“Jokowi sebaiknya menyelesaikan
tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kalau jadi presiden itu kan harus tahu
semua masalah terutama permasalahan internasional.
Mochamad AA mengatakan,
pemahaman politik yang rendah di masyarakat terjadi karena selama 32 tahun pemerintahan
Orde Baru masyarakat hanya diajak berpikir pada hal-hal yang bersifat
materialistis. Pemerintahan Orde Baru tidak pernah berupaya memberikan
pendidikan politik yang baik ke masyarakat, jelasnya.
Jokowi Belum Berhasil Atasi Kemacetan |
Belum
Mampu Atasi Banjir dan Macet
Menurut Mochamad AA, sekian
banyak PR yang harus diselesaikan bagi orang nomor satu di Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta ini, yang paling signifikan adalah mengatasi macet dan
banjir, untuk mengatasi dua masalah mendasar di ibukota, Jakarta yakni Jokowi
butuh waktu yang panjang.
Salahkan
Pusat dan Masyarakat
Pemerintah pusat dalam
program mobil murah, dianggap mengganggu program pemprov DKI dalam mengatasi
kemacetan di Jakarta. Bahkan kurangnya disiplin masyarakat berlalulintas juga
menjadi salahsatu faktor penyebab kemacetan.
“mobil murah yang gencar
diluncurkan beberapa perusahaan akhir-akhir ini justru berpotensi menambah
kemacetan di Jakarta,” kata Jokowi di Balaikota DKI Jakarta.
“Masyarakatnya saja sendiri
tiap hari beli mobil, budaya tertib di jalan tidak dijalankan dengan baik juga
bagaimana? Nggak bisa kita menyalahkan Polantas, menyalahkan sendiri. Semua
harus bergerak kalau memang pingin Jakarta rapih. Semua harus bergerak
sama-sama memberi dukungan,” jelas Jokowi.
Jokowi menilai urusan kemacetan
di Ibukota bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja,
namun juga menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat.
“Itu urusan daerah dan juga
urusan pusat. Harus dua-duanya,” tandasnya.
Sementara itu Mochamad AA,
SH, M.Hum (Advokat/Penangacara/Penasehat Hukum) mengatakan, pernyataan Jokowi yang
menyalahkan pusat dan masyarakat merupakan bentuk ketidakberdayaan orang
nomor satu di Pemprov DKI tersebut.
Mochamad AA yakin, warga
Jakarta sudah jenuh dan marah dengan kemacetan. Dengan anggaran yang tak
sedikit dalam mengentaskan kemacetan, Jokowi belum mampu mengatasi masalah di
Jakarta, termasuk kemacetan salah satunya jalan layang atau jalan tol, katanya.
Upaya Jokowi dalam mengatasi
kemacetan maupun banjir, ternyata tak semulus suksesnya dalam melakukan
pencitraan dengan cara ‘blusukan’ ke tengah-tengah warga Jakarta.
“Jokowi relatif memegang
janjinya untuk blusukan. Tapi perlu dicatat, Jokowi belum mampu mengatasi
banjir dan macet,” kata Mochamad AA.
Masalah kemacetan di ibukota, masyarakat belum merasakan
hasil dari program kerja Jokowi. Bahkan saat ini kondisi lalu lintas di Jakarta
cenderung semakin macet, jelas Mochamad AA. Far
0 komentar:
Posting Komentar