Senin, 03 Februari 2014



Nama Jokowi yang banyak diunggulkan sebagai calon presiden, dinilai belum mempunyai kompeten­si (kelayakan) di bidang transportasi perhubungan darat dan lainnya.
Sebagai Gubernur DKI Jakarta, nyatanya Jokowi belum bisa berbuat banyak untuk atasi kemacetan.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo
Jakarta - “Ini baru satu kompetensi saja, Jokowi jelas kurang layak, Jakarta masih macet, Jokowi belum bisa ber­buat banyak. Kompetensi lain­nya, juga belum teruji.”
Demikian dikatan Mocha­mad AA, SH, M.Hum (Advo­kat/Pengacara/Penasehat Hukum) di Jakarta.
Mochamad AA juga men­ya­ta­kan, kompetensi lainnya, Jokowi juga belum tampak. Kompetensi di bidang keua­ngan, anggaran dan perpaja­kan, Jokowi sampai saat ini belum bisa membuat system online terhadap pajak-pajak restoran yang memungut 10 persen ke para konsumen. Apakah itu benar-benar dise­tor ke Pemda atau dinikmati sendiri
“Sementara masih banyak restoran yang tidak memungut pajak tersebut, padahal bila dikelola maka pemasukan APBD bisa meningkat tajam,” katanya.
Menurut Mochamad AA, untuk transportasi, seharus­nya ada langkah nyata untuk mengatasi kemacetan. Ia mencontohkan,  salah satu cara praktis untuk mengatasi kemacetan yang semakin parah di Jakarta selama tiga bulan terakhir ini, bisa dilaku­kan dengan memangkas peredaran mobil-mobil lama.
Selain itu juga dengan ca­ra mengatur kuota penjua­lan mobil-mobil baru dengan meng­hitung terlebih dahulu berapa maksimal jumlah mobil supaya tidak terjadi kemacetan yang bisa dipakai sesuai kapastitas jalan yang ada di Jakarta.
Mochamad AA menyata­kan,  sangat penting untuk menentukan mulai kapan mobil lama tidak boleh melin­tas di jalanan yang macet dan berapa jumlah mobil baru yang boleh dijual oleh produ­sen ke masyarakat sehingga akan diketahui setiap awal tahun berapa jumlah mobil baru yang bisa dijual.
‘’Itu tentang penanganan kemacetan yang tidak tuntas, sedangkan menangani para tukang parkir liar saja tidak maksimal padahal kalau dikelola secara professional bisa menambah income Pem­da,’’ kata Mochamad AA di Jakarta.
Ditambahkan, Jokowi bisa menginstruksikan ke masing-masing walikota untuk men­cari solusi terbaik, misalnya para tukang parkir liar yang dibekingi oleh oknum-oknum tertentu bisa diajak kerjasama dengan diberi seragam parker dan menentukan pembagian persentase 50 persen untuk Pemda dan sisanya untuk pengelola atau ditertibkan dan distop sama sekali diganti dengan parker resmi.
Saat disinggung tingginya elektabilitas Jokowi sebagai kandidat calon presiden, Mochamad AA mengatakan, hal itu lebih karena pengaruh pemberitaan Jokowi di media massa.
Masyarakat belum sepe­nuh­nya memahami politik, hanya karena sering muncul di media kemudian jadi dipi­lih, katanya.
“Jokowi sebaiknya men­ye­le­saikan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kalau jadi presiden itu kan harus tahu semua masalah teruta­ma permasalahan internasio­nal.
Mochamad AA mengata­kan, pemahaman politik yang rendah di masyarakat terjadi ka­rena selama 32 tahun pe­me­rintahan Orde Baru ma­sya­rakat hanya diajak berpikir pada hal-hal yang bersifat materialistis. Pemerintahan Orde Baru tidak pernah beru­paya memberikan pendidikan politik yang baik ke masyara­kat, jelasnya.
Jokowi Belum Berhasil Atasi Kemacetan

Belum Mampu Atasi Banjir dan Macet
Menurut Mochamad AA, sekian banyak PR yang harus diselesaikan bagi orang no­mor satu di Pemerintah Pro­vinsi (Pemprov) DKI Jakarta ini, yang paling signifikan adalah mengatasi macet dan banjir, untuk mengatasi dua masalah mendasar di ibu­kot­a, Jakarta yakni Jokowi butuh waktu yang panjang.

Salahkan Pusat dan Masya­rakat
Pemerintah pusat dalam program mobil murah, diang­gap mengganggu program pemprov DKI dalam meng­atasi kemacetan di Jakarta. Bahkan kurangnya disiplin masyarakat berlalulintas juga menjadi salahsatu faktor penyebab kemacetan.
“mobil murah yang gencar diluncurkan beberapa perusa­haan akhir-akhir ini justru berpotensi menambah kema­ce­tan di Jakarta,” kata Jokowi di Balaikota DKI Jakarta.
“Masyarakatnya saja sen­diri tiap hari beli mobil, budaya tertib di jalan tidak dijalankan dengan baik juga bagaimana? Nggak bisa kita menyalahkan Polantas, menyalahkan sen­diri. Semua harus bergerak kalau memang pingin Jakarta rapih. Semua harus bergerak sama-sama memberi duku­ng­an,” jelas Jokowi.
Jokowi menilai urusan ke­macetan di Ibukota bukan hanya tanggung jawab Peme­rintah Provinsi DKI Jakarta saja, namun juga menjadi tang­gung jawab dari pemerin­tah pusat.
“Itu urusan daerah dan ju­ga urusan pusat. Harus dua-duanya,” tandasnya.
Sementara itu Mochamad AA, SH, M.Hum (Advokat/Penangacara/Penasehat Hu­kum)  mengatakan, pernyata­an Jokowi yang menyalahkan pusat dan masyarakat meru­pa­kan bentuk ketidakber­da­yaan orang nomor satu di Pem­prov DKI tersebut.
Mochamad AA yakin, war­ga Jakarta sudah jenuh dan marah dengan kemacetan. Dengan anggaran yang tak sedikit dalam mengentaskan kemacetan, Jokowi belum mam­pu mengatasi masalah di Jakarta, termasuk kemacetan salah satunya jalan layang atau jalan tol, katanya.
Upaya Jokowi dalam me­ng­atasi kemacetan maupun banjir, ternyata tak semulus suksesnya dalam melakukan pencitraan dengan cara ‘blu­su­kan’ ke tengah-tengah war­ga Jakarta.
“Jokowi relatif memegang janjinya untuk blusukan. Tapi perlu dicatat, Jokowi belum mampu mengatasi banjir dan macet,” kata Mochamad AA.
Masalah kemacetan di ibukota, masyarakat belum merasakan hasil dari program kerja Jokowi. Bahkan saat ini kondisi lalu lintas di Jakarta cenderung semakin macet, jelas Mochamad AA. Far

0 komentar:

Posting Komentar

Unordered List

Sample Text

10 NOVEMBER

10 NOVEMBER

SELAMAT

SELAMAT

PELANTIKAN KAPOLRI

PELANTIKAN KAPOLRI

IDUL FITRI

IDUL FITRI

125 Px

280 Px

280 Px

120 Px

Pages

280 Px

Diberdayakan oleh Blogger.

940 Px

Social Icons

Followers

Featured Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget