Jaminan fidusia telah
dikenal dan digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai
suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi (Arrest HGH 1932, BPM-Clynet
Arrest).
Saat itu bentuk jaminan
berupa fidusia digunakan secara luas oleh masyarakat dalam transaksi pinjam
meminjam sebab prosesnya yang dianggap sederhana, mudah, dan cepat, walaupun
belum ada ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
Saat ini ketentuan
mengenai jaminan fidusia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, yang lebih memberikan jaminan kepastian hukum bagi
masyarakat terkait pelaksanaan fidusia.
Berikut akan dibahas
beberapa hal terkait fidusia sehingga minimal diharapkan pembaca akan mendapatkan
pemahaman dasar mengenai fidusia.
1. Pengertian
Fidusia
Secara yuridis
pengertian mengenai fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun
1999, yaitu pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut dalam
penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia sendiri
diartikan sebagai hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak
dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya
(Perhatikan Pasal 1 angka 2 UU No. 42 Tahun 1999).
2. Sifat-Sifat
Jaminan Fidusia
a. Jaminan fidusia
merupakan hak jaminan yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
pemegangnya.
b. Jaminan fidusia
merupakan perjanjian yang bersifat accesoir dengan perjanjian
utamanya, yaitu perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian lain yang dapat
dinilaikan dengan uang (Perhatikan Pasal 4 UU No. 42 Tahun 1999).
c. Jaminan fidusia
merupakan jaminan khusus oleh karena itu harus diperjanjikan secara khusus.
3. Objek Fidusia
a. Benda bergerak, baik
berwujud maupun tidak berwujud.
b. Benda tidak
bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.
4. Subjek Jaminan
Fidusia
a. Pemberi fidusia
(debitor), merupakan orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia (Pasal 1 angka 5 UU No. 42 Tahun 1999).
b. Penerima fidusia
(kreditor), merupakan orang perseorangan atau korporasi yang memiliki piutang
yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia (Pasal 1 angka 6 UU No. 42
Tahun 1999).
5. Pokok-Pokok Penting
Dalam Fidusia
a. Penyerahan benda
jaminan secara constitutum posseisorium. Yang diserahkan kepada
penerima fidusia adalah hak milik atas benda atas dasar kepercayaan, sedangkan
fisik benda tetap ada pada pemberi fidusia.
b. Fidusia dilakukan
berdasarkan kesepakatan antara para pihak.
c. Pemberi fidusia
memegang dan mempergunakan benda jaminan berdasarkan suatu perjanjian pinjam
pakai.
d. Benda yang dibebani
fidusia wajib didaftarkan (Pasal 11 UU No. 42 Tahun 1999).
e. Kedudukan penerima
fidusia dalam hal ini adalah sebagai pemegang hak jaminan; pemegang resiko
ekonomis sebab ia tidak dapat berbuat bebas terhadap benda jaminan karena
secara fisik jaminan berada di tangan pemberi fidusia; dan penerima fidusia
dapat melakukan pengawasan atas perbuatan-perbuatan pemberi fidusia yang
berkenaan dengan benda jaminan tersebut.
f. Kedudukan pemberi
fidusia dalam hal ini adalah pemberi fidusia tidak lagi sebagai pemilik benda,
namun sebagai peminjam pakai, dan dengan demikian ia tidak dapat berbuat bebas
terhadap benda jaminan.
6. Pembebanan Fidusia
Mengenai pembebanan
fidusia dapat dilihat ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 42 Tahun 1999.
Pembebanan benda dengan
jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan
akta jaminan fidusia.
Akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya
memuat :
a. Identitas pemberi
dan penerima fidusia.
b. Data mengenai
perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia, misalnya seperti hutang yang
telah ada, hutang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan
dalam jumlah tertentu, dan hutang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan
jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban.
c. Uraian mengenai
benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
d. Nilai penjaminan
(lebih besar dari pokok utang).
e. Nilai benda yang
menjadi objek jaminan fidusia (lebih besar dari nilai jaminan).
7. Pengalihan Jaminan
Fidusia
Berdasarkan ketentuan
Pasal 19 UU No. 42 Tahun 1999, pengalihan hak atas piutang dengan fidusia
mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia
kepada kreditor baru.
Beralihnya jaminan
fidusia tersebut didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran
Fidusia.
8. Hapusnya Jaminan
Fidusia
Jaminan fidusia hapus
karena beberapa hal, yaitu :
1. Hapusnya utang yang
dijamin dengan fidusia.
2. Pelepasan hak atas
jaminan fidusia oleh penerima fidusia.
3. Musnahnya benda yang
menjadi objek jaminan fidusia.
0 komentar:
Posting Komentar