Sabtu, 22 Februari 2014


Jaminan fidusia telah dikenal dan diguna­kan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi (Arrest HGH 1932, BPM-Clynet Arrest).
 
Saat itu bentuk jaminan berupa fidusia digunakan secara luas oleh masyarakat dalam transaksi pin­jam meminjam sebab prosesnya yang dianggap sederhana, mudah, dan cepat, wal­aupun belum ada ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. 


Saat ini ketentuan mengenai jaminan fidusia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang lebih memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat terkait pelaksanaan fidusia.


Berikut akan dibahas beberapa hal terkait fidusia sehingga minimal diharap­kan pembaca akan mendapat­kan pemaha­man dasar mengenai fidusia.

1.  Pengertian Fidusia
Secara yuridis pengertian mengenai fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun 1999, yaitu pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia sendiri diartikan sebagai hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak, khu­susnya bangunan yang tidak dapat dibe­bani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pe­lunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya (Perhatikan Pasal 1 angka 2 UU No. 42 Tahun 1999).

2. Sifat-Sifat Jaminan Fidusia
a. Jaminan fidusia merupakan hak jaminan yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya.
b. Jaminan fidusia merupakan perjan­jian yang bersifat accesoir dengan per­janjian utamanya, yaitu perjanjian pinjam me­min­jam atau perjanjian lain yang dapat dinilai­kan dengan uang (Perhatikan Pasal 4 UU No. 42 Tahun 1999).
c. Jaminan fidusia merupakan jaminan khusus oleh karena itu harus diperjanjikan secara khusus.

3. Objek Fidusia
a. Benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud.
b. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

4. Subjek Jaminan Fidusia
a. Pemberi fidusia (debitor), merupa­kan orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek ja­mi­nan fidusia (Pasal 1 angka 5 UU No. 42 Ta­hun 1999).
b. Penerima fidusia (kreditor), merupa­kan orang perseorangan atau korporasi yang memiliki piutang yang pembaya­ran­nya dijamin dengan jaminan fidusia (Pasal 1 angka 6 UU No. 42 Tahun 1999).

5. Pokok-Pokok Penting Dalam Fidu­sia
a. Penyerahan benda jaminan secara constitutum posseisorium. Yang diserah­kan kepada penerima fidusia adalah hak milik atas benda atas dasar kepercayaan, sedangkan fisik benda tetap ada pada pem­beri fidusia.
b. Fidusia dilakukan berdasarkan ke­sepakatan antara para pihak.
c. Pemberi fidusia memegang dan mem­pergunakan benda jaminan berdasar­kan suatu perjanjian pinjam pakai.
d. Benda yang dibebani fidusia wajib didaftarkan (Pasal 11 UU No. 42 Tahun 19­99).
e. Kedudukan penerima fidusia dalam hal ini adalah sebagai pemegang hak ja­minan; pemegang resiko ekonomis sebab ia tidak dapat berbuat bebas terhadap benda jaminan karena secara fisik jaminan berada di tangan pemberi fidusia; dan pe­nerima fidusia dapat melakukan penga­wasan atas perbuatan-perbuatan pemberi fidusia yang berkenaan dengan benda ja­minan tersebut.
f. Kedudukan pemberi fidusia dalam hal ini adalah pemberi fidusia tidak lagi sebagai pemilik benda, namun sebagai pe­minjam pakai, dan dengan demikian ia tidak dapat berbuat bebas terhadap benda jaminan.

6. Pembebanan Fidusia
Mengenai pembebanan fidusia dapat dilihat ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 42 Tahun 1999.
Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Akta jaminan fidusia se­ku­rang-kurang­nya memuat :
a. Identitas pemberi dan penerima fidusia.
b. Data mengenai perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia, misalnya se­perti hutang yang telah ada, hutang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu, dan hutang yang pada saat eksekusi dapat di­ten­tukan jumlahnya berdasarkan per­janjian pokok yang menimbulkan kewaji­ban.
c. Uraian mengenai benda yang men­jadi objek jaminan fidusia.
d. Nilai penjaminan (lebih besar dari po­­kok utang).
e. Nilai benda yang menjadi objek ja­minan fidusia (lebih besar dari nilai jami­nan).

7. Pengalihan Jaminan Fidusia
Berdasarkan ketentuan Pasal 19 UU No. 42 Tahun 1999, pengalihan hak atas piutang dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan ke­wajiban penerima fidusia kepada kredi­tor baru.
Beralihnya jaminan fidusia tersebut didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kan­tor Pendaftaran Fidusia.

8. Hapusnya Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia hapus karena bebera­pa hal, yaitu :
1. Hapusnya utang yang dijamin deng­an fidusia.
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.
3. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

0 komentar:

Posting Komentar

Unordered List

Sample Text

10 NOVEMBER

10 NOVEMBER

SELAMAT

SELAMAT

PELANTIKAN KAPOLRI

PELANTIKAN KAPOLRI

IDUL FITRI

IDUL FITRI

125 Px

280 Px

280 Px

120 Px

Pages

280 Px

Diberdayakan oleh Blogger.

940 Px

Social Icons

Followers

Featured Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget