Jakarta - Rencana Menteri
Kesehatan (Menkes) meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)
dan akan memberlakukannya pada 2014 nanti bakal membuat produk tembakau
lokal tersisih. Padahal, produk tembakau di Indonesia memiliki ciri khas
sendiri yang tidak bisa begitu saja disamakan.
"Jika ada standarisasi,
sementara perlindungan pemerintah tak ada, maka produk tembakau lokal makin
tersisih," kata Ketua DPP Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI)
Nurtantio Wisnu Brata.
Dijelaskannya, jika produk yang
dihasilkan harus sama dengan di luar negeri, berarti tembakau-tembakau lokal
tidak bisa jadi bahan baku rokok dan produk turunan lain.
![]() |
Petani Tembakau |
Seharusnya, ketimbang pemerintah
memaksakan ratifikasi, mestinya membuat aturan rokok yang benar-benar
disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. FCTC, kata
Nurtantio, bisa saja sesuai dengan kondisi di luar negeri belum tentu akan
cocok di Indonesia.
Senada hal itu anggota Komisi IX
DPR, Poempida Hidayatulloh menyatakan, jika pemerintah mengaksesi FCTC, maka
problem yang akan muncul adalah pengurangan pekerja di sektor industri dan
pertanian tembakau.
“Bahkan tidak menutup kemungkinan
akan terjadi PHK besar-besaran hingga pabrik gulung tikar,” katanya.
Padahal, tambah Poempida, dari
sektor tenaga kerja, secara keseluruhan industri tembakau menyerap tenaga kerja
sekitar 4,154 juta tenaga kerja. Dari jumlah itu 93,77 persen diserap kegiatan
usaha pengolahan tembakau, seperti pabrik rokok. sedangkan penyerapan di
sektor pertanian, menyerap sekitar 6,23
persen.
“Lebih rincinya 1,25 juta orang
telah menggantungkan hidupnya bekerja di ladang cengkeh dan tembakau, 10 juta
orang terlibat langsung dalam industri rokok, dan 24,4 juta orang terlibat
secara tidak langsung dalam industri rokok,” lanjutnya.
Poempida mengingatkan Menteri
Kesehatan bahwa visi misi Presiden SBY adalah ingin menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas dan inklusif. Salah satu definisi dari pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas adalah mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan
akselerasi maupun peningkatan bagaimana setiap satu persen pertumbuhan
ekonomi itu mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 450 ribu orang.
“Dalam konteks rencana Menkes
meratifikasi FCTC, sama halnya Menkes mengingkari visi misi Presiden SBY,”
tegasnya.
Lebih jauh dikatakan Poempida,
industri nasional berbasis rokok/tembakau itu menyumbangkan kontribusi pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas. Oleh karena itu, dirinya menegaskan bahwa industri
ini harus dilindungi.
“Jadi bukan semata-mata karena
faktor serangan asing atau serangan dari mana, tetapi semata-mata mengamankan
amanat visi misi Presiden,” lanjutnya.
Bahkan Amerika sendiri sampai
sekarang belum meratifikasi FTCC karena mereka sadar harus melindungi industri
rokoknya.
"Amerika Serikat sebagai
pendukung utama WTO saja belum meratifikasi. Begitu pula Jerman, Swiss, karena
mereka punya industri tembakau," sambungnya. Mardiono
0 komentar:
Posting Komentar