Jakarta - Dampak liberalisasi perdagangan terus memukul neraca
perdagangan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dalam dua bulan
terakhir yakni April dan Mei, nilai ekspor Indonesia jauh lebih kecil ketimbang
angka impor.
![]() |
Suryamin Kepala BPS |
BPS
mencatat, impor Indonesia sepanjang Januari–Mei 2012 melonjak hingga 17% jika
dibandingkan periode sama tahun lalu. Adapun nilai ekspor hanya naik 1,5%.
Timpangnya
angka ini akibat impor Indonesia lebih banyak ketimbang negara mitra dagang.
Antara lain dengan China, Thailand, Jepang, Korea Selatan serta Singapura
(Lihat: Neraca Perdagangan 2012 Terus Memerah). "Defisit perdagangan Indonesia
dengan Thailand semisal, ini karena kita impor mobil, dan gula," tandas
Suryamin, Kepala BPS.
Adapun
dengan China, Indonesia masih banyak mengimpor mesin dan peralatan dari China.
Sementara dengan Jepang, Indonesia banyak mengimpor mobil mewah. Hal ini
terpicu perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement yang
menghilangkan semua sumbatan impor.
Tak
hanya itu saja. Melesatnya angka impor juga karena kenaikan impor minyak yang
sangat besar. Sepanjang Januari - Mei 2012, nilainya mencapai US$ 9,7 miliar.
Penjualan kendaraan bermotor yang tinggi menaikkan penggunaan bahan bakar
minyak.
Adapun
Indonesia hanya pasrah dengan penyusutan angka ekspor lantaran harga dan
permintaan komoditas terus menurun. Padahal, ekspor komoditas mengambil porsi
hingga 40% dari total ekspor Indonesia.
Dengan
kondisi seperti ini, Direktur Statistik Distribusi BPS Satwiko Darmesto
berharap, pemerintah memberi perhatian serius agar defisit neraca perdagangan
tak terus berlanjut. Jika kondisi ini terus berlanjut, ekonom Samuel Sekuritas
Lana Soelistianingsih memprediksi defisit neraca perdagangan ke depan bakal
makin lebar.
Ini
bisa berbahaya bagi daya tahan ekonomi Indonesia. Rupiah bisa terus anjlok
sementara modal intervensi tidak ada karena minimnya pemasukan devisa.
Meski
begitu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro memandang, defisit
perdagangan masih di level aman. "Persentase defisit masih belum melampaui
3% dari produk domestik bruto (PDB)," ujar Bambang.
Namun
harus diakui, upaya pemerintah memperketat masuknya barang impor dengan
berbagai aturan belum mampu membendung laju impor.
Kini,
pemerintah berupaya dengan terus menggenjot arus modal masuk ke Indonesia agar
terus membesar. Dengan begitu, "Capital account yang positif bisa menutup
current account yang negatif," harap Bambang. Bila berhasil, cadangan
devisa Indonesia tidak akan terkuras. Insyap
0 komentar:
Posting Komentar