Jimly : Prosedur Penunjukkan Patrialis Akbar Kurang
Sempurna
Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqqie ikut angkat bicara terkait pemilihan Patrialis
Akbar oleh Presiden Susilo Yudhoyono menjadi Hakim Konstitusi.
Menurutnya, proses penetapan
mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu sebagai Hakim Konstitusi
kurang sempurna dari segi prosedurnya.
![]() |
Jimly Asshidiqqie
Mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK)
|
Sebab, lanjutnya, tak ada asas
transparansi dan partisipatif dalam penunjukkan Patrialis menjadi Hakim
Konstitusi oleh Presiden SBY.
“Yah bau-baunya melanggar.
Karena tidak transparan dan tidak partisipatif,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Penunjukkan mantan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi
(MK) dari unsur pemerintah yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), disoal.
Bahkan, Presiden SBY mendapat
somasi atas penunjukkan Patrialis Akbar yang dianggap tidak transparan dan
melanggar Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Somasi itu dilayangkan
oleh Koalisi masyarakat sipil selamatkan Mahkamah Konstitusi (Koalisi-MK).
“Somasi ini kita layangkan lewat
fax ke Setneg,”ujar salah satu perwakilan dari Koalisi masyarakat sipil selamatkan
Mahkamah Konstitusi (Koalisi-MK) yang juga sebagai Ketua Badan Pengurus YLBHI,
Alvon Kurnia Palma saat konferensi pers di kantornya, Jalan Diponegoro,
Jakarta Pusat, Selasa 6 Agustus 2013.
Somasi ini dilayangkan hari ini,
lantaran pelantikan hakim konstitusi akan dilaksanakan pada tanggal 13
Agustus 2013 mendatang.
Mereka menilai pengangkatan
Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi ini melanggar ketentuan yang terdapat
pada pasal 9 dan 25 Undang-Undang Dasar 1945 serta pasal 19 Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2011 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Mereka menyatakan bahwa dalam
pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan ‘syarat-syarat untuk menjadi
dan untuk diberhentikan sebagai hakim konstitusi ditetapkan dalam Undang-Undang’.
Sementara di pasal 19 UU MK
secara tegas telah mengatur pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara
transparan dan partisipatif. Dalam penjelasan pasal 19 UU MK menjelaskan
‘calon hakim konstitusi dipublikasikan di media massa baik cetak maupun
elektronik, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut memberi
masukan atas calon hakim yang bersangkutan’.
Koalisi ini terdiri dari
Indonesia Corruption Watch, Indonesian Legal Roundtable, Pukat FH UGM, Elsam,
LBH Padang dan Yayasan LBH Indonesia. AA
0 komentar:
Posting Komentar