Kamis, 12 September 2013

Jimly :  Prosedur Penunjukkan Patrialis Akbar Kurang Sempurna
Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqqie ikut ang­kat bicara terkait pemilihan Patrialis Akbar oleh Presi­den Susilo Yudhoyono men­jadi Hakim Konstitusi.
Menurutnya, proses pe­ne­ta­pan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Ma­nu­sia itu sebagai Hakim Konstitusi kurang sempur­na dari segi prosedurnya.
Jimly Asshidiqqie
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
“Kurang sempurna dari segi prosedur. Tetapi tidak ada sanksinya karena itu kewenangan pemerintah,” ujarnya di kompleks Istana Negara, Jakarta.
Sebab, lanjutnya, tak ada asas transparansi dan parti­sipatif dalam penun­juk­kan Patrialis menjadi Ha­kim Konstitusi oleh Pre­si­den SBY.
“Yah bau-baunya me­lang­gar. Karena tidak trans­paran dan tidak partisipatif,” katanya.
Diberitakan  sebelum­nya, Penunjukkan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum­ham) Patrialis Akbar seba­gai Hakim Mahkamah Kons­ti­tusi (MK) dari unsur peme­rintah yang dilakukan Presi­den Susilo Bambang Yudho­yono (SBY), disoal.
Bahkan, Presiden SBY mendapat somasi atas pe­nunjukkan Patrialis Akbar yang dianggap tidak trans­paran dan melanggar Un­dang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Somasi itu dilayangkan oleh Koalisi masyarakat sipil selamat­kan Mahkamah Konstitusi (Koa­lisi-MK).
“Somasi ini kita layangkan lewat fax ke Setneg,”ujar sa­lah satu perwakilan dari Koa­lisi masyarakat sipil sela­mat­kan Mahkamah Konstitusi (Koalisi-MK) yang juga seba­gai Ketua Badan Pengurus YLBHI, Alvon Kurnia Palma saat konferensi pers di kan­tor­nya, Jalan Dipo­negoro, Jakarta Pusat, Selasa 6 Agus­tus 2013.
Somasi ini dilayangkan hari ini, lantaran pelantikan hakim konstitusi akan dilak­sa­nakan pada tanggal 13 Agustus 2013 mendatang.
Mereka menilai pengang­katan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi ini melang­gar ketentuan yang terdapat pada pasal 9 dan 25 Undang-Un­dang Dasar 1945 serta pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 seba­gai­mana di­ubah dengan Un­dang-Un­dang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Kons­titusi (UU MK).
Mereka menyatakan bah­­wa dalam pasal 25 Un­dang-Undang Dasar 1945 menye­butkan ‘syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diber­hen­tikan sebagai ha­kim konsti­tusi ditetapkan dalam Un­dang-Undang’.
Sementara di pasal 19 UU MK secara tegas telah mengatur pencalonan ha­kim konstitusi dilaksana­kan se­ca­ra transparan dan parti­sipatif. Dalam penjela­san pasal 19 UU MK men­je­laskan ‘calon hakim kons­titusi dipublikasikan di media massa baik cetak mau­pun elektronik, sehingga ma­­syarakat mempunyai ke­sempatan untuk ikut mem­beri masukan atas calon hakim yang bersangkutan’.
Koalisi ini terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Indonesian Legal Round­table, Pukat FH UGM, El­sam, LBH Padang dan Yaya­san LBH Indonesia. AA
 

0 komentar:

Posting Komentar

Unordered List

Sample Text

10 NOVEMBER

10 NOVEMBER

SELAMAT

SELAMAT

PELANTIKAN KAPOLRI

PELANTIKAN KAPOLRI

IDUL FITRI

IDUL FITRI

125 Px

280 Px

280 Px

120 Px

Pages

280 Px

Diberdayakan oleh Blogger.

940 Px

Social Icons

Followers

Featured Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget