Mencuatnya kasus Anita Whardani,
siswa SMAN 2 Denpasar, Bali yang mengaku disuruh pindah sekolah gara-gara
niatnya mengenakan jilbab, semakin luas mengundang tangapan, termasuk dari
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim.
Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
menyesalkan pelarangan penggunaan jilbab di salah satu SMA Negeri di Bali.
Sekolah tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap siswa yang berkeinginan
menggunakan jilbab.
Wakil Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan bidang Pendidikan, Musliar Kasim mengatakan, seharusnya hal
semacam ini tidak perlu terjadi.
Menurutnya, lembaga kepolisian
yang awalnya tidak membolehkan polisi wanita menggunakan jilbab, kini
direformasi dan mempersilakan pemakaian penutup kepala tersebut.
Musliar Kasim |
“Apalagi ini lembaga
pendidikan,” tambahnya di Jakarta.
Musliar mengaku akan memberikan
peringatan kepada sekolah yang melakukan pelarangan penggunaan jilbab, jika
aturan tersebut tidak segera diubah. Namun, jika tidak juga dicabut, pihaknya
akan memberikan sanksi kepada sekolah tersebut.
“Sekolah harus membolehkan
siswa menggunakan jilbab,” ujarnya.
Direktur Jenderal
Pendidikan Menengah Kemdikbud, Achmad Jazidie juga menyesalkan peristiwa
tersebut.
Menurutnya, sekolah perlu
ditegur, karena penggunaan jilbab merupakan bagian dari hak asasi manusia.
“Saya menyesalkan kejadian
ini. Apalagi kalau tidak ada peraturan di atasnya yang melarang penggunaan
jilbab di sekolah,” jelas Jazidie.
Dirinya mempertanyakan, mengapa
sekolah perlu menciptakan kondisi yang menyulitkan siswanya untuk melaksanakan
perintah agama yang diyakininya.
Drs I Ketut Sunarta MHum |
“Apakah seseorang berjilbab
itu menganggu kegiatan belajar mengajar, tidak dapat menyerap pelajaran? Kalau
gurunya yang merasa terganggu, kenapa harus terganggu?” tandasnya.
Jazidie menyebut,
seharusnya sekolah menumbuhkan sikap saling menghargai dan memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa dalam menjalankan hal yang diyakini dalam
agamanya.
“Kita akan minta sekolah
untuk mencabut peraturan yang sifatnya menyulitkan siswa,” tambah Jazidie.
Sementara itu, Direktur
Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama, Nur Syam menuturkan, pelarangan
penggunaan jilbab merupakan hal yang aneh dan ironi terjadi di Indonesia.
Ia menambahkan, sejumlah negara
di Eropa sudah membolehkan warganya menggunakan jilbab sebagai bagian dari
identitas agama yang dipeluknya.
“Sungguh ironis jika di
Indonesia yang konon disebut sebagai negara yang plural dan multikultural,
melakukan pelarangan terhadap siswa berjilbab di lembaga pendidikan,”
jelasnya.
Dirinya sependapat dengan
Kemdikbud bahwa persoalan ini harus segera diselesaikan, agar tidak terjadi
diskriminasi dalam proses pendidikan.
Nur Syam juga meminta
kepada Kemdikbud untuk dapat memberi teguran kepada sekolah bersangkutan
sehingga tidak ada lagi perlakuan diskriminasi terhadap para siswa,” imbuhnya.
Kepsek
SMAN 2 Denpasar Tidak Merasa Bersalah
Kepala Sekolah SMA Negeri 2
Denpasar, Bali, I Ketut Sunarta, mengaku tidak merasa bersalah karena tidak
mengizinkan siswinya untuk mengenakkan jilbab.
Dia beralasan pihaknya
hanya menegakkan aturan sekolah yang belum mengatur penggunaan jilbab.
“Kenapa tiba-tiba ada
pernyataan Wamendikbud ngasih sanksi, tidak ada konfirmasi. Saya tidak merasa
bersalah karena saya tidak tahu apa pelanggaran saya? Saya tidak tahu jilbab
itu seperti apa hukumnya dalam Islam,” kata I Ketut di Denpasar.
Meski melarang jilbab bagi
siswinya, I Ketut tetap mengaku sebagai pribadi toleran, sebab di SMAN 2
Denpasar Mushola juga disediakan bagi pelajar muslim.
“Ketika lebaran saya suka
datang ke orang-orang Islam dan orang Islam pun datang ke rumah saya ketika
nyepi,” imbuhnya.
I Ketut mengaku dirinya
tidak merasa bersalah karena belum ada aturan tertulis untuk mengatur tentang
jilbab.
I Ketut juga berang ketika
sorotan publik justru hanya tertuju padanya. Padahal, katanya, banyak sekolah
lain di Bali yang jelas-jelas melarang secara tertulis penggunaan jilbab.
“Kenapa hanya SMAN 2 Denpasar
yang disorot?” tanyanya.
Sementara itu Advokat/Pengacara/Penasehat
Hukum, Mochamad AA, SH, M.Hum mengatakan bahwa pernyataan I Ketut yang tidak
tegas dan samar-samar justru membuat kebingungan di tengah-tengah publik,
katanya.
Mochamad AA, SH, M.Hum menjelaskan
kebimbangan yang dialami Anita sebagai pelajar di SMAN 2 Denpasar. Anita
meminta ketegasan dari Kepala Sekolah apakah boleh memakai Jilbab atau
tidak. Kalau Kepala Sekolah tidak melarang berarti ‘boleh’. Dan, kalau
tidak mengizinkan berarti ‘melarang’.
Anita menganggap Kepala Sekolah
tidak tegas, kalau memang dilarang bilang saja dilarang, dan dia akan pindah.
Kalau memang dibolehkan, bilang saja boleh biar Anita dan teman-temannya bisa
memakai jilbab.
“Itulah yang membuat para
pelajar muslim jadi serba salah, ketidakjelasan atas pernyataan Kepala
Sekolah ‘tidak mengizinkan juga tidak melarang’,” tegas Mochamad AA, SH,
M.Hum.
Maka ketika Anita nekad memakai jilbab, malah yang terjadi
justru dipanggil dan dinasehati untuk taat aturan sekolah dengan tidak memakai
jilbab, tambah Mochamad AA, SH, M.Hum. Far
0 komentar:
Posting Komentar