Jakarta - Posisi sebagai net
importer minyak membuat Indonesia selalu rentan terhadap gejolak ekonomi
global. Ini terkait anggaran subsidi BBM yang terancam jebol.
Pelaksana tugas (Plt) Dirjen
Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, mengacu pada realisasi
pembayaran subsidi BBM yang periode Januari - Juli 2013 sudah menembus Rp 111,3
triliun atau sekitar 55,7 persen dari pagu anggaran subsidi Rp 199,8 triliun.
"Sampai akhir tahun nanti, bisa lewat sedikit," ujarnya.
![]() |
Illustrasi |
Menurut Askolani, realisasi
tersebut bukan berarti pembayaran untuk BBM subsidi yang disalurkan hingga
akhir Juli. Sebab, biasanya Pertamina baru memasukkan tagihan subsidi BBM setelah
satu bulan berjalan. Karena itu, realisasi subsidi untuk subsidi BBM yang
disalurkan Pertamina hingga akhir Juli dipastikan lebih dari Rp 111 triliun.
"Subsidi ini kan termasuk kekurangan pembayaran (carry over subsidi)
tahun lalu," jelasnya.
Faktor apa yang membuat subsidi
BBM berpotensi jebol" Askolani mengatakan, tahun ini agak berbeda. Sebelumnya,
jebolnya subsidi BBM lebih banyak dipengaruhi oleh jebolnya realisasi konsumsi
yang melampaui kuota.
Namun, tahun ini, setelah
pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, tingkat konsumsi BBM bersubsidi
diproyeksi bisa dikendalikan di kisaran pagu 48 juta kiloliter. "Jadi,
realisasi subsidi BBM lebih banyak dipengaruhi oleh depresiasi nilai tukar
(Rupiah)," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, dalam
beberapa bulan terakhir, Rupiah berada dalam tren pelemahan. Bahkan, dalam
penutupan transaksi berdasar kurs Bank Indonesia (BI) kemarin, Rupiah ditutup
di level 10.292 per USD, jauh di bawah asumsi makro dalam APBN-P 2013 yang
dipatok di level 9.600 per USD.
Posisi sebagai net importer
minyak membuat Indonesia selalu ketar-ketir terhadap pergerakan harga minyak
maupun nilai tukar. Ketika harga minyak bergerak stabil, nilai tukar lah yang
kini menjadi sumber kekhawatiran utama.
Plt Kepala Badan Kebijakan
Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengatakan, selain berdampak pada subsidi,
depresiasi Rupiah juga bakal membebani postur belanja APBN. Ini karena pembayaran
bunga utang luar negeri yang harus dibayar dalam denominasi USD pun akan ikut
membengkak.
"Makanya, ini pemerintah berupaya agar asumsi makro tidak
banyak meleset dan postur APBN aman," ujarnya. Mardiono
0 komentar:
Posting Komentar